UNIFA, LEBEL ENTREPRENEURSHIP MASIH PASIF
Ilustrasi gambar : Irfan Jayadi
Perguruan tinggi baik itu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sudah wajib menjadi sebuah media yang menciptakan para generasi muda yang mandiri, inovatif, dan mampu memanfaatkan berbagai peluang untuk menciptakakan sebuah usaha. Pendidikan kewirausahaan tersebut sebenaranya tak hanya berlaku untuk para mahasiswa yang mengambil jurusan ekonomi atau pun bisnis. Jiwa entrepreneurship harusnya sejak dini ditanamkan ditiap masing-masing orang.
Mengutip, pendapat dari sosiolog David McCleeand mengatakan “ suatu negara bisa menjadi makmur bila ada entrepreneur atau penguaha sedkitnya 2 % dari jumlah penduduknya”. Namun, tidak hanya sekadar menjadi pengusaha jika ingin memakmurkan suatau negara dan bangsa tapi penting juga seorang entrepreneur untuk mampu menjalankan kewajibannya sebagai mahluk sosial. Artinya, dengan berbagai ilmu dan kemampuan yang dimiliki bisa bermanfaat bagi orang-orang yang di sekelilingnya. Terutama dalam menyerap tenaga kerja.
Melihat indonesia, seperti yang diketahui dari jumlah penduduknya kurang lebih 400.000 jiwa. Ternyata hanya sebagian kecil penduduknya yang berwirausaha. Terdapat hanya 0,18 %. Jika dibandngkan dengan banyaknya jumlah penduduk indonesia hal ini justru sangat kontradiktif. Bandingkan dengan negara tetangga yaitu Singapore dengan jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Indonesia. Justru 7% dari jumlah penduduknya merupakan pengusaha. Sangat disayangkan, melihat indonesia yang merupakan negara dengan Sumber Daya Alam yang melimpah.
Untugnya, kondisi tersebut kemudian dianggap menjadi sebuah permasalahan yang betul-betul secara serius perlu dibenahi. Perguruan tinggi yang dianggap paling berpotensi besar dalam melakukan perubahan lebih baik di negara ini. Dipiih sebagai fasilitator untuk mencetak pemuda-pemuda yang memliki jiwa entrepreneur. Sayangnya, dari jumlah 2.679 PTS dan 82 PTN (sumber: www.metrotvnews.com) di Indoneia hanya sebagian kecil saja yang menganggap pentingnya kewirausahaan diterapakan di kampus. Meskipun begitu, tak mau kalah dengan negara maju, berbagai perguruan tinggi baik swasta maupun negeri di indonesia mulai berkaca dengan kesuksesan negara maju. Dimana hampir seluruh perguruan tingginya memasukkan materi entrepreneurship hampir disetiap mata kuliahnya. Pun hasilnya tidak main-main, negara-negara tersebut dinobatkan dengan gelar negara maju karena sebagian besar penduduknya berprofesi sebgai pengusaha daripada menjadi pekerja baik itu di perusahaan atau institusi.
Tak sekadar berkaca dengan negara maju. Pun saat ini bebrapa perguruan tinggi di indonesia mulai memasukkan wirausaha dalam kurikuumnya. Tak mau ketinggalan Univesitas Fajar Makasaar yang merupakan salah satu PTS tergolong masih baru berdiri 2008 silam, menyadari betul pentinnya menumbuhkan jiwa entrepreneur ditiap mahasiswanya. Sebenarnya bukan menjadi hal baru di Unifa terkait misi “Entrepreneurship”menjadikan Unifa sebagai kampus berbasis entrpreneurship. Sejak Unifa hadir 2008 lalu sejak itu pula dengan bangga memperkenalkan diri sebagai kampus entrepreneur.
Sayang, bertahun-tahun telah mendeklarasikan kampus biru sebagai kampus entrepreneurship. Slogan entrepreneurship tersebut dianggap tak lebih dari sekadar nama. Belum terlihat hasil nyata yang diberikan kampus. Tak hanya itu, sosialisasi mengenai wirusaha hampir sama sekali tidak pernah dilakukan oleh pihak kampus. Mahasiswa tidak diberikan pemahaman mengenai pentingnya seseorang berwirausaha. Akhirnya mahasiswa hanya mengamini tanpa menuntut sesuatu yang sudah menjadi haknya. Belum lagi permasalahan atas kewajiban kampus dalam memfasilitasi kebutuhan mahasiwanya agar menjadi entrepreneur yang handal justru tidak merata. Kalaupaun kampus memfasilitasi mahasiswanya bisa dihitung jari.
Persoalan lain yang tak kalah pentingnya, mata kuliah yang danggap selaras dengan kewirausahaan nyatanya tidak memberikan dampak yang signifikan. Hanya sebatas teori tanpa ada pengaplkasian nyata. Kampus lagi-lagi hanya tutup mata ibaratnya, mahasiswa memprogramkan mata kuliah tersebut hanya karena sudah diprogramkan, agar tidak eror atau mungkin sebatas penambah Satuan Kredit Semester (SKS) supaya tidak berlama-lama di kampus.
Sudah seharusnya, Unifa lebih berbenah dan lebih siap menjalankan setiap program yang dibuatnya. Jangan sampai program yang sejak lama dibuat justru tidak tepat sasaran dan akhirnya salah kaprah. Tujuannya menjadi lompatan yang tinggi untuk kampus tercinta malah akan mengkerdilkan kampus sendiri.

Komentar
Posting Komentar